Sabtu, 07 Juni 2025

Tentang Kami



Klinik Hewan yang berdiri pada tanggal 13 September 2014 di Kota Bekasi. Kini memiliki 4 (empat) cabang di Jakarta & Bekasi.

Berikut alamat lengkap ke 4 (empat) lokasi klinik kami :


CABANG BEKASI
📍 Summarecon
Topaz TC B No.17, Harapan Mulya, Medan Satria
Kota Bekasi, Jawa Barat 17413
Telp. 0811-129-2024 (Call/ WhatsApp)

📍 Jatibening
Komplek Ruko Jatibening Plaza No.7-8.
Jl. Caman Raya No.117 Simpang 5, Jatibening, Pondok Gede, Kota Bekasi, Jawa Barat 17412
[ Petunjuk Arah ]
Telp. (021) 2210-7185 - 0812-8273-2003 (WhatsApp)

CABANG DKI JAKARTA
📍 Buaran
Jalan Duren Sawit Blok J II No. 6, Klender, Duren Sawit, Kota Jakarta Timur, DKI Jakarta 13470 
[ Petunjuk Arah ]
Telp:  (021) 2298-2483 - 0811-963-4008  (WhatsApp)

📍 Rawamangun

Jl. Pinang Raya No.33, RT.4/RW.8, Rawamangun, Kec. Pulo Gadung, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13220

[ Petunjuk Arah ]
Telp: (021) 2247-3081 - 0812-9031-1313 (WhatsApp)

Layanan Kami : 


Ingin Melihat Suasana di Klinik Kami Klik Logo Youtube di bawah ini



#Awal Care is Your Pet Solution!





Canine Parvo Virus pada Anjing Puppy

 







ETIOLOGI

Canine Parvo Virus (CPV) adalah penyakit virus yang menyerang saluran pencernaan bersifat akut yang menular dan ganas. Biasanya menyerang pada anak anjing dibawah umur 1 tahun karena belum divaksinasi atau vaksinasi tidak lengkap. Penularan canine parvo virus melalui kontak dengan feses anjing yang terinfeksi atau permukaan yang terkontaminasi, sehingga virus masuk ke dalam tubuh melalui jalur oral. Waktu inkubasi penyakit virus ini berkisar 3 hingga 7 hari diikuti oleh periode penyakitnya.

GEJALA KLINIS

·         Tidak nafsu makan

Infeksi yang berinkiubasi membuat nafsu makan hilang dan ketidak nyamanan disaluran perncernaan

·         Lemas

Tidak ada asupan makanan maupun minuman yang masuk serta hilangnya cairan tubuh dikarenakan muntah dan diare

·         Muntah

Penyerangan virus selama masa inkubasi

·         Diare

Penyerangan virus selama berinkubasi di usus yang membuat kerusakan di mukosa usus sehingga sering terjadi diare berdarah

·         Demam

Respon infeksi yang sedang menyerang sehingga membuat peningkatan suhu tubuh

·         Dehidrasi

Respon muntah dan diare yang muncul bersamaan sehingga tubuh kehilangan cairan yang banyak, dimana akan membuat penurunan suhu tubuh

DIAGNOSA

Untuk melakukan diagnosa canine parvo virus dapat dilakukan dengan:

1.      Mencari informasi tentang anjing tersebut dan status vaksinnya

2.      Melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh

3.      Pemeriksaan hematologi

TREATMENT

Treatment yang diberikan untuk penyakit canine parvo virus adalah

-  Antibiotik untuk melawan infeksinya

-  Antimuntah untuk mencegah respon muntah

-  Infus untuk memenuhi cairan tubuh yang hilang

-  Vitamin

PENCEGAHAN

Untuk mencegah terinfeksi canine parvo virus pada anjing perlu dilakukan vaksinasi yang rutin, hindari kontak dengan anjing lain atau anjing liar yang tidak diketahui status kesehatannya dan pemeliharaan lingkungan yang bersih tidak ada anjing buang air besar sembarangan.

KESIMPULAN

Canine Parvo Virus (CPV) adalah penyakit virus yang menyerang saluran pencernaan bersifat akut yang menular dan ganas pada anak anjing dibawah umur 1 tahun. Gejala yang muncul biasanya tidak nafsu makan, lemas, muntah, diare, demam dan dehidrasi. Biasanya terjadi pada anak anjing yang belum vaksin, status vaksin yang tidak lengkap atau kontak dengan anjing liar. Apabila adanya gejala anjing di rumah tersebut segera bawa anjing anda ke dokter hewan agar bisa ditangani dengan tepat dan cepat.

Selasa, 03 Juni 2025

Amputasi Ekor Pada Kucing Yang Mengalami Nekrosa

 


                                              


Anamnesa

Nama kucing : Buna, ras : mix persia, usia : 11 tahun, datang pada tanggal 21 Februari 2025 dibawa oleh pemilik setelah dirawat beberapa hari di klinik hewan lain pasca kecelakaan kelindas kenderaan bermotor.

Pemeriksaan Fisik

Berat badan 3.40 Kg, suhu tubuh demam dengan temperatur 40.10 C. Bagian pangkal ekor bengkak dan saat di palpasi berisi cairan. Hampir seluruh bagian ekor tampak lebam (kebiruan) serta bau. Jaringan mengalami nekrosa di indikasikan hilangnya rasa sakit pada ekor. Buna terlihat lemas dan badannya sedikit kotor saat diperiksa.

Pendahuluan

Amputasi berasal dari kata “amputare”, dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian. Bedah amputasi memiliki tujuan untuk menghilangkan gejala, memperbaiki fungsi, dan menyelamatkan atau memperbaiki kualitas hidup pasien dan mengakibatkan cacat menetap.

Prosedur amputasi dilakukan untuk menghilangkan dan mencegah infeksi yang lebih parah menjalar ke bagian tubuh yang masih sehat. Prosedur ini merupakan jalan terakhir untuk menyelamatkan nyawa pasien dimana sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh pasien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi. Dalam prosesnya, amputasi akan dilakukan pemotongan bagian tubuh dengan sekaligus melakukan pengangkatan jaringan-jaringan yang mengalami kerusakan.

Tindakan amputasi tentunya melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem syaraf, muskuloskeletal dan sistem cardiovaskuler. Risiko tingkat lanjut akan muncul perubahan prilaku dan tak jarang menimbulkan depresi dan penurunan produktifitas pada pasien.

Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi trauma berat atau dengan penyakit vaskuler perifer, akibat dari cedera seperti fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki., kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki, adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konsevatif.


Gejala Klinis

Berdasarkan anamnesa, owner menerangkan bahwa kucingnya seminggu lalu mengalami kecelakaan kelindas kenderaan bermotor. Dengan segera owner membawa ke klinik hewan terdekat, lalu mendapatkan perawatan beberapa hari di klinik tersebut dengan diagnosa sementara cidera traumatis, tulang ekor mengalami patah.

Pasca perawatan tersebut terlihat pembengkakan pada pangkal ekor, dan Buna terlihat sangat kesakitan saat berjalan, dan ekor terlihat tidak bisa digerakkan. Demam, Nafsu makan yang menurun, mendorong owner untuk memeriksa lanjutan pada cidera tulang yang dialami Buna.

Kemudian, owner membawa kucing Buna ke klinik hewan Awal Care dalam keadaan kotor dan lemas. Saat dilakukan pemeriksaan terlihat pembengkakan di pangkal ekor. Palpasi menunjukkan terdapat akumulasi cairan dibawah bagian yang bengkak. Buna juga menunjukkan gejala depresi dan stres ditandai dengan sikap waspada dan tidak nyaman dengan menggeram dan memberikan perlawanan saat dilakukan pemeriksaan. Suhu tubuh juga demam diakibat terjadi peradangan.

Saat dilakukan pemeriksaan ekor, teraba kondisi ekor lembek, benyek mulai membusuk, dan saat berjalan ekor terkulai tidak memberikan respon. Jaringan kulit di bagian ekor terlihat hemoragi dan 90% berwarna lebam (kebiruan) sebagai tanda- tanda kematian jaringan ( nekrosa).

Diagnosis

Berdasarkan gejala klinis, ekor kucing Buna mengalami Infeksi disertai nekrosa jaringan pasca cidera tulang yang patah akibat traumatis. Dilakukan juga pemeriksaan penunjang radiologi dan hematologi.

Adapun pemeriksaan hematologi dilakukan guna mengevaluasi gambaran darah lengkap sebagai acuan sebelum melakukan tindakan operasi amputasi untuk meminimalisir resiko saat operasi dan pasca operasi.

Operasi Amputasi

Persiapan operasi

Setelah dilakukan pemeriksaan fisik secara keseluruhan, termasuk pemeriksaan hematologi. Sebelum dilakukan operasi perlu melakukan beberapa persiapan sebagai berikut :

     ·    Hewan dipuasakan paling kurang selama 6 jam.

·  Untuk memastikan kondisi hewan tidak dehidrasi sebelum, saat operasi, dan pasca operasi, dianjurkan pemberian fluid terapi dengan pemasangan infus Nacl/ RL.

· Aseptik jaringan yang mengalami nekrosis atau yang mulai membusuk menggunakan larutan antiseptic seperti Alkohol 70%, Chlrohexidine , H2O2 3% untuk membersihkan dan meghilangkan resiko infeksi di sekitar area permukaan.

         ·  Cukur bulu disekitar area permukaan jaringan yang mengalami nekrosis dan area bagian yang akan di amputasi, untuk memastikan area permukaan tersebut steril.

      ·    Pemberian injeksi antibiotik bisa untuk mencegah infeksi sekunder.

·  Perlu memastikan kepada owner segala resiko baik saat operasi maupun pasca operasi

·    Jika kondisi hewan anemia berat, persiapkan kantong darah untuk tranfusi darah.

·     Pada kucing Buna, kondisi tampak masih baik dan siap untuk dilakukan tindakan amputasi.

      ·    Operasi dilakukan sesuai SOP.




Pasca operasi

Selama masa perawatan dan pemulihan pasca operasi, terapi pengobatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

     ·         Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.

     ·         Untuk memastikan kondisi hewan tidak dehidrasi diberikan infus Nacl/ RL.

·         Dressing luka 2 kali sehari menggunakan Chlrohexidine , untuk membersihkan dan meghilangkan resiko infeksi di sekitar area luka operasi.

           ·         Luka operasi juga diberikan salep kulit, untuk membantu mempercepat kesembuhan luka

     ·         Pemberian NSAID mencegah terjadinya inflamasi

·         Antipirekti diberikan jika kondisi suhu tubuh mengalami demam sesuai dosis yang dianjurkan.

           ·         Pemberian multivitamin seperti B Komplex, dan pakan recovery sangat membantu proses pemulihan.

     ·         Pemberian analgesik sesuai dosis yang dianjurkan

·         Lakukan pemeriksaan hematologi guna mengevaluasi gambaran darah lengkap pasca operasi

 

Kesimpulan


·   Tindakan amputasi dilakukan untuk menghilangkan dan mencegah infeksi yang lebih parah menjalar ke bagian tubuh yang masih sehat.

·    Amputasi merupakan jalan terakhir untuk menyelamatkan nyawa pasien dimana sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan metode lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan pasien.

·    Pemotongan atau pengangkatan bagian tubuh bisa dilakukan sekaligus secara utuh atau sebagian pada jaringan-jaringan yang mengalami kerusakan.

·    Prosedur pengangkatan atau pemotongan harus dilakukan dengan sangat teliti dan steril, untuk menghindari komplikasi pasca operasi amputasi.

·    Perawatan post operasi dan pasca operasi sangat banyak membantu tingkat keberhasilan dalam proses kesembuhan.

·    Tidak jarang kucing atau anjing tampak mengalami perubahan prilaku pasca tindakan amputasi (sebagai contoh : amputasi pada bagian extremitas). Oleh karena itu, perhatian lebih dari owner sangat diperlukan pada kondisi seperti tersebut.









Selasa, 20 Mei 2025

Bronchopneumonia pada kucing

 





Definisi

Bronkopneumonia merupakan konsekuensi dari proses penyakit lain atau cedera pada paru- paru yang memungkinkan populasi bakteri dari sistem pernapasan untuk berkembang biak. Dalam situasi lain, masuknya organisme lain ke dalam sistem pernapasan dapat mempercepat perkembangan bronkopneumonia.

Etiologi dan Faktor Predisposisi

Organisme yang biasanya terletak di dalam sistem pernapasan, dan yang kemudian siap untuk berkembang biak dalam keadaan yang tepat, biasanya adalah aerob gram negatif dan termasuk Pasturella, Klebsiella, Proteus spp. dan E. Coli. Organisme Staphylococcus dan Streptococcus Gram positif juga dapat hadir. Kehadiran agen Pseudomonal, dan organisme anaerobik seperti Nocardia, Actinomyces, dan Bacteroides spp dianggap sebagai organisme penyerang, sementara peran pasti Mycoplasma spp dalam pneumonia tidak diketahui.

Organisme ini akan berkembang biak ketika ada aspirasi makanan atau isi perut, jika infeksi pernapasan primer primer (tidak terkendali) hadir dan jika ada penyakit pernapasan kronis yang sudah berlangsung lama, seperti bronkitis kronis. Peran penuaan, imunokompromi, dan penyakit sistemik dalam perkembangan bronkopneumonia diakui dengan baik pada manusia, tetapi tidak sepenuhnya ditandai pada anjing dan kucing.

Peneguhan Diagnosa

Diagnosis dicapai dengan mempertimbangkan semua aspek presentasi klinis dan hasil dari semua tes diagnostik. Sudah diterima bahwa ketergantungan pada tes diagnostik tunggal tidak mungkin memungkinkan diagnosis dibuat.

Riwayat klinis itu penting. Perkembangan batuk yang cepat, takipnea, dispnea, ortopnea, kelesuan, anoreksia, dengan atau tanpa pireksia, pada hewan yang sehat, akan menimbulkan kecurigaan bronkopneumonia, setelah tidak ada bukti gagal jantung kongestif atau efusi pleura. Kecurigaan akan meningkat lebih lanjut jika pasien telah muntah atau muntah, memiliki riwayat penyakit pernapasan baru-baru ini atau kronis, penyakit gastrointestinal atau telah berhubungan dekat dengan anjing lain (kandang).

Pemeriksaan Fisik akan memberikan petunjuk diagnostik lainnya (tergantung pada tingkat keparahan dan tingkat penyakit). Secara khusus, pengecualian penjelasan jantung untuk presentasi klinis sangat penting. Pasien harus diperiksa untuk bukti pola pernapasan abnormal, termasuk peningkatan laju pernapasan (mengabaikan terengah-engah) dan peningkatan upaya, suara pernapasan yang terdengar (rhonchi, berderak dan mengi), batuk yang dapat menimbulkan mencubit trakea atau perkusi dada dan adanya pireksia.

Tes diagnostik tambahan yang dapat membantu diagnosis termasuk radiograFi toraks, analisis gas darah, pengambilan sampel saluran udara, bronkoskopi dan analisis sitologi sampel pencucian bronkial dan bronko-alveolar, dan proFil hematologi dan biokimia rutin. Dari tes radiograFi ini adalah yang paling banyak digunakan dan sering kali berdasarkan temuan radiograFi bahwa diagnosis tentatif (bukan deFinitif) dapat dibuat. Proyeksi lateral kanan dan kiri dan ventro-dorsal harus diperoleh. Kehadiran kepadatan alveolar, dengan bronkogram udara dan distribusi kranio-ventral, sangat menunjukkan bronkopneumonia, dan pada pasien yang dikompromikan parah adalah alasan yang cukup untuk membuat diagnosis tentatif dan melembagakan terapi intensif. 

Pertimbangan diferensial radiograFi utama adalah edema paru, tetapi jika tidak ada bukti penyakit jantung, akan masuk akal untuk mengecualikan penjelasan ini. Di bagian dunia tertentu pneumonia mikotik perlu dipertimbangkan. Pengumpulan sampel saluran udara untuk mengkonFirmasi peradangan yang ada (neutroFil, makrofag) dan untuk mendapatkan bahan untuk kultur dan pengujian sensitivitas, dapat dilakukan tergantung pada status klinis pasien. Hal ini dapat dicapai dengan pengambilan sampel trans-trakea pada pasien yang dikompromikan dan dengan bronkoskopi pada pasien yang kurang terpengaruh parah.

Penanganan

Terapi antibakteri adalah andalan dari keberhasilan pengobatan bronkopneumonia bakteri. Karena diketahui bahwa ada tingkat probabilitas yang tinggi bahwa aerob gram negatif terlibat, maka pemilihan agen antibakteri, dengan aktivitas kuat terhadap organisme tersebut, seperti Fluoroquinolone, secara murni empiris akan tampak sehat. Selanjutnya, jika diakui bahwa anaerob juga dapat terlibat, dan bahwa organisme semacam itu terkenal sulit untuk dikultur, maka pemilihan empiris agen antibakteri untuk menargetkan organisme tersebut akan kembali menjadi penilaian yang baik.

Menggunakan pedoman ini, antibakteri yang sesuai untuk mengobati bronkopneumonia bakteri termasuk sulfonamida yang dipotensiasi, sefalosporin, Fluorokuinolon, klindamisin, dan metronidazol. Terapi antibiotik harus dilanjutkan hingga 2-3 minggu setelah resolusi tanda- tanda klinis dan dalam beberapa kasus harus diberikan hingga 8 minggu. Jika setelah beberapa terapi antibakteri yang berkepanjangan tidak ada resolusi dan patologi telah terlokalisasi ke satu lobus paru-paru maka lobektomi harus dilakukan karena memberikan kesempatan terbaikuntuk penyembuhan total.

 Awalnya, pemberian agen antibakteri lebih disukai melalui rute intra-vena, dan di ujung atas kisaran dosis yang direkomendasikan. Terapi pemeliharaan berikutnya diberikan secara oral. Terapi antibakteri yang efektif pada kasus pneumonia yang parah tergantung pada intervensi yang cepat, karena penurunan fungsi paru-paru yang serius atau mengancam jiwa dapat terjadi dalam beberapa jam.

Pertimbangan utama lainnya dalam pengobatan kasus bronkopneumonia yang efektif adalah perawatan suportif yang memadai. Ini termasuk merawat kebutuhan diet dan cairan pasien, menjaga kehangatan dan kenyamanan, mengubah posisi pasien secara berkala untuk mencegah atelektasis posisional, dan menyediakan oksigen tambahan. 

Terapi cairan intravena diperlukan untuk menjaga hidrasi yang tepat, karena pasien cenderung mengalami adipsik dan anoreksia, tetapi juga karena akan ada kehilangan cairan dari saluran udara sebagai konsekuensi dari peningkatan upaya pernapasan. Penggunaan Fisioterapi (coupage) akan bermanfaat, karena akan memungkinkan sekresi kental kental bergerak secara rostrally dan bahan tersebut kemudian dapat dikeluarkan dengan batuk.

Penggunaan bronkodilator, seperti agonis β-adrenoreceptor dan methylxanthines, kontroversial dan manfaatnya diragukan. Penggunaan antitusif, seperti kodein, harus dihindari, karena batuk adalah mekanisme perlindungan yang penting dalam kasus pneumonia. Agen anti-inFlamasi cenderung tidak digunakan dalam mengobati bronkopneumonia bakteri, tetapi dapat digunakan dalam mengendalikan pireksia.