Kamis, 26 Januari 2017

Myasis (Belatungan pada Luka) dan Pencegahannya

Disusun Oleh: Sara Febria Putri
Mahasiswa Semester III Fak. Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
Sebagai Tugas Akhir Magang di Klinik Hewan Awal Care terhitung mulai tanggal 09 Januari 2017 s/d 22 Januari 2017

Gambar terkait
Gambar disitasi dari http://imakahiua.blogspot.co.id/
Penyebab Myasis
Myasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infestasi larva lalat kedalam suatu jaringan hidup manusia dan hewan. Penyakit ini sering ditemukan pada Negara-negara dengan masyarakat golongan sosial ekonomi kelas rendah. Diantara lalat penyebab myasis di dunia, Chrysomya bezziana mempunyai nilai medis yang penting karena bersifat obligatif parasit. Infestasi myasis pada jaringan akan mengakibatkan berbagai gejala tergantung pada lokasi yang dikenai.

Larva yang menyebabkan myasis dapat hidup sebagai parasit di kulit, jaringan subkutan, soft tissue, mulut, traktus gastrointestinal, system urogenital, hidung, telinga dan mata. Higiene yang buruk dan bekerja pada daerah yang terkontaminasi, melatarbelakangi infestasi parasit ini. Manifestasi klinik termasuk pruritus, nyeri, inflamasi, demam, eosinofilia dan infeksi sekunder.
Kejadian Myiasis di Indonesia teridentifikasi disebabkan oleh larva lalat : Chrysomia benziana, Booponus intonsus, Lucillia, Calliphora, Musca dan Sarcophaga. Genus Chrysomia yang memegang peranan penting dalam kasus myasis yaitu Chrysomia megacephala dan Chrysomia bezziana. Berdasarkan sifatnya maka larva tersebut dibedakan menjadi : 

Hasil gambar untuk myasis
Siklus Hidup 
Fakultatif Parasit yaitu : larva secara normal hidup bebas dan mampu berkembang pada bahan bahan organik yang busuk, tetapi larva tersebut dapat dijumpai pada hewan hidup dimana mampu berkembang dan selanjutnya dapat bertindak sebagai parasit untuk kelangsungan hidupnya. Terdiri dari Blowflies , misalnya : Larva dari Lucilia, Phormia, Calliphora dan Chrysomyia. 

Obligat Parasit yaitu larva secara normal membutuhkan jaringan induk semangnya sebagai makanan dalam perkembang biakannya terdiri dari: Bot flies, misalnya, Larva dari genus Gasterophilus, Oestrus. Warble flies misalnya, Larva dari Hipoderma bovis dan H. lineatum. Screw worm misalnya, Larva dari Callitroga hominivorax, C. macellaria dan Chrysomyia bezziana. 

Berdasarkan lokasi dari myasis maka dapat dibedakan menjadi : 

Eksternal myasis
Myasis yang terjadi pada organ luar tubuh yang disebabkan karena luka. Myasis ini sering diakibatkan oleh larva dari kelompok Blowflies serta Screw worm. 

Internal myasis
Myiasis yang terjadi pada organ organ dalam dan rongga rongga lainnya. Sering diakibatkan oleh larva dari kelompok Bot flies dan Warble flies. Siklus hidup dari C. bezziana berkisar antara 9-15 hari dan lalat betina bertelur sekitar 150-200 telur sekaligus. Telur diletakkan di luka dan selaput lendir dari hewan hidup dan akan menetas setelah 24 jam pada suhu 30°C. Setelah 12-18 jam dari waktu penetasan telur, larva stadium 1 muncul dari dalam telur dan bergerak dipermukaan luka atau pada jaringan yang basah. Larva ini berubah menjadi larva stadium II setelah 30 jam dan larva stadium III setelah 4 hari. Larva stadium II dan III menembus jaringan hidup dari host dan hidup dari jaringannya. Pada saat makan hanya kait-kait posterior yang tampak. Larva stadium III meninggalkan luka setelah makan dan berubah menjadi pupa dan kemudian lalat dewasa. Larva akan membentuk pupa dalam waktu 24 jam pada suhu 28°C. 

Penetasan lalat dari pupa sangat tergantung dari lingkungan. Pupa akan menetas menjadi lalat dalam seminggu pada suhu 25°C-30°C, sedangkan pada temperatur yang lebih rendah akan lebih lama bahkan sampai berbulan-bulan. Lalat jantan dan betina mempunyai daya tahan hidup yang relatif sama yaitu 15 hari dalam kondisi laboratorium, hingga empat puluh hari. 

Di dalam ilmu epidemiologi beberapa faktor yang dapat menjadi pendorong timbulnya masalah penyakit, antara lain adalah adanya agen penyakit, adanya induk semang yang peka, lingkungan pendukung dan manajemen ternak. Seperti telah diuraikan di atas bahwa agen myiais terdapat di seluruh daerah di Indonesia, sedangkan lingkungan berupa daerah yang beriklim tropis dengan tingkat kelembaban yang tinggi diyakini sangat cocok untuk perkembangan lalat C. bezziana.

Kejadian myiasis dapat diawali karena gigitan caplak, gigitan lalat Tabanidae, akibat infestasi Sarcoptes scabiei, cacing Strongyloides sp ., pascapartus, luka umbilikus, luka traumatika karena perkelahian, tergores duri atau benda lainnya.

Sebagai faktor predisposisi (pendukung) utama terjadinya Myiasis adalah harus didahului dengan adanya luka. (luka traumatik, gigitan caplak, tembak, operasi, gigitan hewan lain dan sebab lainnya). Lalat betina dewasa akan bertelur disekitar luka, jika telur sudah menetas maka larva akan bergerak dan masuk kedalam luka serta memakan sel-sel jaringan, kemudian jatuh membentuk kokon dan didalamnya berkembang menjadi pupa dan akhirnya keluar lalat dewasa. Myiasis mempunyai tingkat morbiditas tinggi dan mortalitas rendah. Myiasis dapat bersifat fatal bila tidak dilakukan pengobatan dengan segera, bila terjadi dalam waktu yang lama akan menyerang organ vital, dan apabila terjadi infeksi sekunder. Pada beberapa kasus, pemilik hewan tidak menyadari bahwa hewan kesayangannya terserang myiasis terutama pada hewan-hewan berbulu panjang.

Infestasi larva myiasis tidak menimbulkan gejala klinis yang spesifik dan sangat bervariasi tergantung pada lokasi luka. Gejala klinis pada hewan antara lain berupa demam, radang, peningkatan suhu tubuh, kurang nafsu makan, tidak tenang sehingga mengakibatkan ternak mengalami penurunan bobot badan dan produksi susu, kerusakan jaringan, infertilitas, hipereosinofilia serta anemia . Apabila tidak diobati, myiasis dapat menyebabkan kematian ternak sebagai akibat keracunan kronis amonia.

Cara pencegahan dari penyakit Myasis ini adalah diusahakan tidak terjadi kelukaan yang nantinya akan menjadi tempat berkembangnya larva lalat dan tindakan penurunan populasi lalat. Kasus myasis banyak terjadi pada daerah-daerah endemik myasis. Kondisi ini berkaitan erat dengan jumlah populasi lalat penyebab myasis serta ekologi daerah tersebut. Daerah yang memiliki pepohonan, semak-semak dan sungai merupakan tempat ideal untuk kelangsungan hidup lalatlalat penyebab myasis. Pengendalian populasi lalat C. bezziana tidak mungkin diarahkan dengan melakukan penebangan hutan atau pembakaran semak-semak karena akan mengganggu ekosistem lainnya. Sejauh ini, berbagai upaya pengendalian dan pemberantasan C. bezziana telah banyak dilakukan. 

Referensi
S.Partoutomo. 2000. Epidemiologi dan Pengendalian Myiasis di Indonesia. WARTAZOA (10) (1) : 20-25. Wardhana, April H. 2006.

Chrysomya bezziana penyebab myiasis pada hewan dan manusia : permasalahan dan penanggulangannya. WARTAZOA (16) (3) : 146-155.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar