Jumat, 14 November 2014

Bolehkan Memberikan Vaksin untuk kucing yang Sedang Hamil??

Memberi vaksin induk kucing yang sedang hamil sebaiknya tidak anda lakukan. Namun memberi vaksin pada induk kucing yang tengah menyusui kebanyakan masih aman-aman saja. Sederhananya adalah, jangan melakukan vaksinasi kepada induk kucing yang sedang hamil!!!

Perlu anda ketahui jika fungsi vaksin adalah untuk melindungi kucing dengan menstimulan tubuh kucing untuk memproduksi antibodi agar semakin kuat dalam menangkal penyakit. Efektifitas vaksin ini baru akan maksimal setelah 1 minggu sampai 1 bulan setelah si kucing divaksin, tergantung dari umur kucing dan pernah atau belum si kucing divaksin sebelumnya.

Perlu anda ketahui juga bahwa antibodi yang diproduksi oleh si induk kucing dapat mengalir juga bersama susunya untuk melindungi anak kucing dari penyakit melalui susu pertamanya (colostrum). Namun bayi kucing hanya mampu menyerapnya dalam jumlah terbatas dan hanya dalam waktu beberapa jam saja setelah dia dilahirkan.

Jadi, vaksinasi untuk induk kucing yang sedang menyusui bisa dibilang tidak akan menyakiti anaknya. Namun juga tidak akan membantu anak-anaknya memperoleh antibodi tambahan juga, karena si anak kucing tidak mampu menyerap antibodi yang terbawa dalam susu si induk selama masa menyusui.

Jalan terbaik sekaligus yang paling aman yang bisa anda ambil adalah melakukan vaksinasi pada kucing induk beberapa minggu sebelum dia anda kawinkan. Namun jika anda sama sekali tidak memiliki campur tangan dalam perkawinan si kucing atau anda tidak tahu menahu si kucing hamil atau tidak. Sebaiknya anda tidak memvaksinnya. Atau anda juga bisa memastikannya dengan menanyakan kepada dokter hewan anda beberapa saat sebelum divaksin agar tahu si kucing dalam masa hamil atau tidak.


Referensi : vetmedicine.about

Toksisitas Acetaminophen / Paracetamol pada Kucing

Acetaminophen merupakan bahan utama dari Tylenol dan beberapa golongan non-aspirin penghilang rasa sakit lainnya. Substansi ini memiliki efek analgesik dan antipiretik. Dosis yang beracun bagi kucing adalah 50-100 mg / kg berat badan. Kucing lebih sensitif terhadap acetaminophen daripada anjing dan karena itu lebih rentan terhadap keracunan acetaminophen. Satu tablet berkekuatan biasa (325 mg) dapat menjadi racun bagi kucing, dan selebihnya bisa mematikan. Salah satu “kekuatan ekstra” (500 mg) tablet dapat mengakibatkan toksikosis.

Acetaminophen dimetabolisme untuk metabolit N-asetil-p-benzoquinoneimine (NAPQI) yang sangat reaktif dalam sel dengan aktivitas P450. Pada sebagian besar spesies, termasuk kucing, mayoritas acetaminophen diekskresikan dalam urin sebagai glucoronide dan konjugat sulfat yang pada dasarnya metabolit yang tidak beracun. Kucing relatif kekurangan aktivitas enzim glucuronyl transferase yang merupakan konjugat antara acetaminophen dan asam glukuronik untuk kemudian diekresikan. Untuk dosis acetaminophen yang diberikan, kurang dari 3% dari glukuronida acetaminophen diekskresikan oleh kucing, sementara manusia dan anjing dapat menghilangkan 50-60% sebagai konjugat glukuronat. Oleh karena itu, acetaminophen pada kucing proporsi yang relatif lebih besar tersedia dan dimetabolisme menjadi senyawa antara reaktif. Persediaan glutathione seluler menjadi cepat habis dalam hati, eritrosit, serta sel-sel lain di seluruh tubuh. Deplesi glutation meninggalkan sel terlindungi dari efek oksidasi dari metabolit beracun acetaminophen yaitu NAPQI.

Kelainan yang paling umum diamati pada pemeriksaan fisik dari kucing adalah: tingkat pernapasan meningkat, pucat-berlumpur selaput lendir, hipotermia, dan takikardia. Tanda-tanda lain adalah SSP depresi, anoreksia, muntah, wajah dan cakar membengkak, air liur, diare, koma dan kematian. Selain gagal hati yang berat, asetaminofen menyebabkan kerusakan sel-sel darah merah. Ini termasuk: Hemolisis, yang merupakan penghancuran sel darah merah, Pembentukan badan Heinz, terbentuk dari presipitasi hemoglobin yang rusak dalam sel darah merah, yang mengarah ke peningkatan kerapuhan osmotik eritrosit dan hemolisis.
Pembentukan methemoglobin, jenis nonfungsional hemoglobin. Hemoglobin memungkinkan sel darah merah untuk membawa oksigen. Ketika methemoglobin terbentuk, sel-sel darah merah tidak dapat membawa oksigen dan kucing memiliki kesulitan bernapas.
Diagnosis biasanya didasarkan pada riwayat konsumsi, tanda-tanda klinis yang tepat, methe-moglobinemia, Badan Heinz anemia, hemo-globinuria, dan pemeriksaan serum enzim hati.

Apa yang harus diwaspadai :
Gejala keracunan asetaminofen berkembang secara bertahap. Gejala dapat terjadi lebih cepat atau lambat tergantung pada jumlah tertelan.

Tahap 1 (0-12 jam).
Gejala-gejala termasuk muntah, kusam, kesulitan bernapas, lesu, anoreksia, kelemahan, gusi berwarna coklat (bukan warna pink normal) dan hipersalivasi.

Tahap 2 (12-24 jam). 
Gejala-gejala termasuk pembengkakan wajah, bibir dan anggota badan, gerakan tidak terkoordinasi, kejang, koma dan potensi kematian.

Tahap 3 (lebih dari 24 jam). 
Gejala yang berhubungan dengan kegagalan hati dan termasuk perut yang menyakitkan, sakit kuning (semburat kuning ke gusi, mata dan kulit).

Pengobatan untuk toksikosis asetaminofen akut pada kucing meliputi:
Induksi muntah diikuti oleh arang aktif (activated carbon) dan katarsis garam jika pengkonsumsiannya dalam waktu 4-6 jam, Terapi oksigen jika ada cyanosis berat. Administrasi acetylcysteine secara intravena atau oral (140 mg / kg sebagai solusi awalnya 5%, diikuti dengan 70 mg / kg IV setiap 4 jam, dengan total 4 sampai 6 perawatan). Acetylcysteine menyediakan diperlukan untuk sintesis sistein agar meningkatkan glutathione. Cimetidine, diperlukan untuk menghambat kerusakan hati
Asam askorbat (30 mg / kg secara oral) untuk pengobatan ethemoglobinemia. Vitamin C harus diberikan setiap 6 jam sesuai kebutuhan. Cairan terapi untuk kemungkinan asidosis.

Sumber : Dr. Anne Marie Manning & Darko Mladenovic, ECFVG

Rabu, 12 November 2014

Penyakit Menular dari Hewan Peliharaan

Merawat hewan peliharaan memberikan keuntungan tersendiri bagi kondisi psikologis seseorang, tetapi Anda juga perlu mewaspadai risiko kesehatan yang mungkin dapat ditularkan oleh hewan peliharaan Anda.

Ada banyak sekali risiko penyakit yang dapat ditularkan melalui gigitan atau kontak dengan kotoran hewan peliharaan, diantaranya sebagai berikut:

1. Penyakit Lyme
Penyakit Lyme adalah infeksi ganas yang menyerang sistem kekebalan tubuh dan bisa menyebabkan kelumpuhan, ensefalitis dan meningitis. Kondisi ini disebabkan oleh gigitan kutu yang biasanya hidup pada hewan seperti tikus, burung dan rusa.Gigitan kutu disertai ruam merah kecil di kulit dan tidak sakit sehingga banyak orang yang tidak menyadarinya. Ruam tersebut dapat berkurang atau hilang dalam waktu 1-2 minggu dan kadang disertai dengan demam tinggi, nyeri otot dan sendi yang bengkak.

2. Psittacosis (Demam burung)
Psittacosis adalah infeksi yang disebabkan oleh Chlamydia psittaci, jenis bakteri yang ditemukan dalam kotoran burung yang menyebar ke manusia. Infeksi pada burung seringkali tidak menunjukkan gejala.Pada manusia, gejala infeksi psittacosis termasuk batuk disertai dahak yang berdarah, batuk kering, kelelahan, demam dan menggigil, sakit kepala, nyeri sendi, nyeri otot, dan sesak napas.

3. Demam kucing
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi ringan pada luka bekas cakaran atau gigitan kucing oleh bakteri Bartonella henselae. Gejala meliputi pembengkakan kelenjar getah bening, demam, sakit kepala, nafsu makan berkurang dan kelelahan.

4. Penyakit pes
Penyakit pes disebabkan oleh gigitan kutu yang banyak ditemukan pada kucing, tikus rumah dan hewan pengerat lainnya. Gejala penyakit ini adalah seperti demam, anoreksia, lesu dan pembengkakan kelenjar getah bening.

5. Demam Q
Demam Q disebabkan oleh bakteri Coxiella burnetii, yaitu organisme yang ditemukan dalam urin, susu dan kotoran dari hewan yang terinfeksi, yang biasanya terjadi pada sapi, kambing, domba atau hewan peliharaan rumah lainnya.Bakteri tersebut sangat kuat dan tahan terhadap panas dan disinfektan yang umum, sehingga mampu bertahan hidup dalam jangka waktu lama di lingkungan. Infeksi terjadi pada manusia jika bekteri terhirup, tergigit kutu dari hewan peliharaan atau mengonsumsi produk susu yang tidak dipasteurisasi.

6. Penyakit anjing gila (rabies)
Rabies adalah penyakit virus yang ditularkan melalui gigitan terinfeksi dari hewan. Kebanyakan kasus rabies yang dilaporkan terjadi akibat gigitan anjing, rakun, kelelawar, dan rubah.Virus rabies menyerang sistem saraf pusat dan menyebabkan penyakit di otak bahkan kematian. Gejala awal rabies pada manusia mirip dengan banyak penyakit lain, termasuk demam, sakit kepala, dan kelemahan umum atau ketidaknyamanan.Setelah beberapa lama, gejala penyakit akan berkembang seperti insomnia, kecemasan, kebingungan, kelumpuhan ringan, eksitasi, halusinasi, agitasi, air liur berlimpah, kesulitan menelan, dan kejang. Pastikan hewan peliharaan Anda mendapatkan vaksin rabies untuk mencegah penularan virus melalui gigitan.

7. Campylobacteriosis
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Campylobacter yang biasanya terjadi karena makan daging unggas yang masih mentah atau kurang matang atau dari kontaminasi silang dari makanan lain.Campylobacteriosis ditandai dengan diare yang akan sembuh dengan cepat, tetapi jika terjadi infeksi maka kondisi akan bertambah berat. Manusia juga dapat menderita penyakit ini jika melakukan kontak dengan tinja anjing atau kucing yang sakit.

8. Leptospirosis
Leptospirosis adalah penyakit yang dapat ditularkan oleh hewan peliharaan karena kontak atau minum air yang terkontaminasi bakteri. Pada manusia, gejala penyakit Leptospirosis adalah demam tinggi, sakit kepala, menggigil, nyeri, muntah, sakit kuning, nyeri perut, diare dan ruam.Jika tidak diobati, Leptospirosis dapat menyebabkan kerusakan ginjal, kegagalan fungsi hati, meningitis, gangguan pernapasan dan kematian.

9. Salmonellosis
Parasit Salmonella tidak hanya dapat menyerang manusia melalui kontaminasi wabah dan makan telur mentah saja, tetapi juga dapat ditularkan jika melakukan kontak dengan hewan peliharaan yang telah terinfeksi.Kebanyakan orang yang terinfeksi Salmonella akan mengembangkan diare, demam dan kram perut dalam waktu 12 sampai 72 jam setelah infeksi. Hewan yang menularkan penyakit ini ke manusia contohnya ayam, bebek, anjing, kucing, burung dan kuda juga reptil seperti kadal, ular, dan kura-kura.

10. Toksoplasmosis
Toxoplasma gondii adalah protozoa yang paling sering menginfeksi kucing, tetapi juga dapat ditemukan pada hewan berdarah panas lainnya. Manusia dapat tertular bakteri ini melalui kontak dengan kotoran kucing, atau dengan memakan daging setengah matang atau sayuran yang tidak dicuci.Setelah dicerna, T. gondii dapat menyerang jaringan otak dan otot, dan berada di dalam kista yang tahan terhadap serangan sistem kekebalan tubuh. Infeksi juga dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi kepada bayinya melalui plasenta dan dapat menciptakan komplikasi yang serius.

11. Kurap
Kurap merupakan infeksi jamur yang membentuk ruam seperti cincin pada kulit atau botak di kulit kepala. Hal ini ditularkan dengan mudah dari hewan peliharaan kepada orang-orang, dan dari orang ke orang akibat kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi.

12. Infeksi cacing gelang
Cacing gelang disebarkan oleh kotoran hewan peliharaan dalam bentuk telur (ookista) yang dapat bertahan hidup dalam tanah selama bertahun-tahun. Jika manusia tidak sengaja makan ookista, cacing kecil akan menetas dalam usus dan bergerak ke seluruh tubuhLarva juga dapat langsung masuk melalui kulit. Gejala infeksi cacing gelang adalah meliputi demam, batuk, asma, atau pneumonia. Sayangnya, cacing gelang juga dapat masuk ke mata dan menyebabkan kebutaan akibat penyakit toxocariasis okuler.

13. Infeksi cacing pita
Kebanyakan manusia yang menderita infeksi cacing pita adalah karena makan daging mentah atau setengah matang dari hewan yang terinfeksi, terutama daging babi dan daging sapi. Cacing pita dari kucing dan anjing peliharaan juga dapat menyebabkan infeksi jika tidak sengaja menelan kutu yang terinfeksi larva cacing pita.Dalam usus manusia, larva tersebut akan berkembang menjadi cacing pita dewasa. Sebuah cacing pita dapat tumbuh lebih dari 12 kaki dan dapat hidup selama bertahun-tahun dalam tubuh manusia.

14. Infeksi cacing tambang
Cacing tambang adalah parasit usus yang biasanya ditemukan pada anjing dan kucing. Telur atau larva cacing tambang dapat ditularkan oleh hewan peliharaan melalui tinja. Manusia dapat terinfeksi jika melakukan kontak langsung dengan tinja hewan yang terinfeksi ketika berjalan tanpa alas kaki diatas tanah yang terkontaminasi.



Infeksi cacing tambang dapat menyebabkan infeksi kulit yang menyakitkan dan gatal atau gejala sakit perut. | Sumber Detik

Parvovirus CPV

Parvovirus adalah virus yang menyebabkan penyakit yang sangat menular pada anjing. Virus parvo pada anjing disebut sebagai canine parvo virus tipe-2 (CPV-2) dan termasuk ke dalam virus DNA tak berselubung (non envelope). Ras anjing yang sangat rentan terhadap infeksi CPV-2 adalah doberman, rottweiler, dan labrador retriever. Infeksi CPV-2 paling parah terjadi pada anjing di bawah umur 12 minggu karena pada umur ini sel-sel tubuh sangat aktif bermitosis dan CPV-2 menyerang virus yang sedang bermitosis, selain itu pada umur ini imunitas maternal mulai hilang (Dharmojono 2001).

Patofisiologi
CPV-2 menginfeksi anjing lewat oronasal kemudian virus akan melakukan replikasi di dalam jaringan limfoid dari orofaring dan thymus. Setelah replikasi virus akan menyebar ke jaringan limfoid, sumsum tulang, kelenjar dan epitel usus, serta sistem hematopoetik. Viremia terjadi 1-5 hari setelah infeksi. CPV-2 menghancurkan sel-sel leukosit dan limfosit yang yang sedang aktif bermitosis dalam peredaran darah sehingga anjing menderita neutropenia dan limfopenia. Di dalam usus virus berpindah dari epitel germinal ke kelenjar intestinal menuju ujung-ujung vili usus kecil dan menyebabkan kerusakan vili usus dan kelenjar intestinal usus (Dharmojono 2001).

Gejala klinis
Infeksi oleh CPV-2 akan memperlihatkan gejala yang digolongkan menjadi radang otot jantung (myocarditis) dan radang usus (enteritis). Gejala myocarditis terjadi pada anjing yang terinfeksi virus parvo sudah sejak kandungan dan induk belum pernah mendapatkan vaksin parvovirus. Pada kondisi ini semua anak anjing sekelahiran akan menderita myocarditis. Infeksi CPV-2 menyebabkan pembengkakan atau pembesaran jantung sehingga jantung tidak mampu mengedarkan darah ke seluruh tubuh. Gejala enteritis hampir diderita semua anjing yang terinfeksi CPV-2. Radang usus yang disebabkan CPV-2 berjalan sangat cepat, terkadang 2 hari pasca infeksi korban sudah mati atau dalam keadaan shock berat disebabkan sepsis oleh bakteri gram negatif atau adanya koagulasi di dalam pembuluh darah. Gejala khas pada anjing yang terinfeksi CPV-2 yaitu muntah berat, diare, anorexia, dehidrasi, feses berwarna abu kekuningan-kuningan kadang bercampur darah. Sedangkan pada kasus yang berat gejala tersebut ditambah dengan demam, leukopenia, dan limfopenia.

Diagnosa penunjang
Kasus diare berdarah yang disertai ataupun tidak dengan muntah patut dicurigai sebagai penyakit akibat parvovirus. Secara histologi CPV-2 menunjukkan lesi-lesi dalam jaringan jejenum, ileum, limfoglandula mesenterika, dan jaringan limfoid lainnya. Imunofluoresen dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi CPV-2 dalam usus kecil, jantung, kelenjar thymus, limpa, dan limfoglandula lain. Diagnosa CPV dapat dipastikan apabila setelah 3 hari atau lebih setelah anjing menunjukkan gejala klinis titer HI (inhibition of hemaglutination) dalam darah tinggi. Selain itu dapat pula digunakan ELIZA antigen test yang spesifik terhadap CPV.

Pencegahan
Pencegahan terhadap parvovirus pada anjing dilakukan dengan cara vaksinasi pada umur 6, 9, dan 12 minggu, kemudian dilakukan pengulangan setiap tahunnya.

Terapi
Hubungi dokter hewan terdekat. Terapi dapat dilakukan dengan memberikan Infus Ringer Dextrose iv, vitamin ADE im, Hematopan® 1 ml/5 kg bb im, Metoclopramide 0.2 mg/kg bb iv. Ringer dextrose diberikan pada penderita yang mengalami kekurangan elektrolit dan menderita muntah. Hematopan® mengandung natrium kakodilat, besi (III) amonium sitrat, metionin, histidin, triptopan,dan vitamin B12. Hematopan® baik untuk penderita yang mengalami semua gangguan kekurangan darah (ASOHI 2005).

Metoclopramide merupakan parasimpatomimetik yang berfungsi meningkatkan motilitas saluran gastrointestinal bagian atas tanpa mempengaruhi sekresi asam lambung. Sehingga metoclopramide berfungsi untuk mengurangi muntah pada kasus gastritis. Metoclopramide dapat diberikan 3-4 kali sehari baik secara po ataupun iv (Bishop 1996). Pemberian vitamin A, D dan E bertujuan untuk meningkatkan proses persembuhan, meningkatkan absorbsi kalsium dan fosfor dari saluran pencernaan serta pemeliharaan kadar kalsium dan fosfor dalam darah, serta sebagai antioksidan.

Menurut Dharmojono (2001), pasien dengan infeksi CPV-2 tidak diberi makan selama 24-48 jam sejak timbulnya muntah dan diare. Air minum diberikan setelah 24 jam. Selama terjadi gejala muntah dan diare diberikan terapi cairan elektrolit secara intravena, terutama pada kasus yang disertai dehidrasi. Jumlah cairan infus adalah 60 ml/kg bb/hari untuk mengimbangi adanya dehidrasi serta mengganti cairan tubuh yang hilang. Muntah dan diare akan menguras natrium chloride, bicarbonate, dan kalium sehingga pasien akan menderita acidosis. Untuk itu diperlukan larutan isotonik dengan elektrolit imbang seperti Lactated Ringer’s solution dan ditambahkan dengan larutan KCL (potasium chloride) karena banyaknya unsur K yang hilang.

Penggunaan antimikroba akan menghambat flora dalam alat pencernaan dan tetapi dapat digunakan apabila ditemukan radang gastrointestinal dengan ditemukannya sel-sel gastrointestinal dalam sampel fesesnya, mukosa usus rusak dengan gejala darah dalam feses, ada demam sistemik dan leukositosis, serta kultur bakteri di dalam feses positif. Antimikroba yang digunakan adalah antimikroba dengan spektrum luas seperti generasi pertama Cephalosporin atau kombinasi Ampisillin dengan Gentamisin.


Penggunaan obat antiemetik dan antidiare hanya digunakan pada kasus berat, yaitu apabila muntah dan diare terjadi secara terus menerus. Obat antiemetik yang dapat digunakan adalah Phenothiazine, Chlorpromazin (obat ini tidak boleh digunakan pada hewan yang menderita dehidrasi atau hipotensi), dan Metoclopramide (obat ini tidak boleh digunakan pada pasien dengan komplikasi penyakit susunan syaraf pusat, diberikan bersama Phenotiazine atau analgesik yang bersifat narkotik, serta pasien berumur kurang dari 3 bulan). Obat antidiare yang dapat digunakan yaitu Paregoric, Diphenoxylate hydrocloride, dan Loperamide-HCl.

Aplikasi Pengolahan Pakan Ternak

Dalam usaha peternakan ternak ruminansia faktor akan memegang peranan yang sangat penting dalam keberhasilan usaha peternakan karena menyangkut produksi dan biaya pr poduksi yang dikeluarkan. Penyusunan formula pakan ternak ruminansia merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam suatu usaha peternakan ternak ruminansia. Kegiatan ini tidak hanya untuk mendapatkan suatu pakan yang berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan zat makanan tetapi juga dengan harga yang semurah mungkin. Kedua hal tersebut menjadi salah satu penentu produktifitas ternak dan besar-kecilnya input atau biaya pakan dalam suatu usaha peternakan, yang pada akhirnya akan menentukan besarnya keuntungan suatu usaha peternakan.

Kegiatan formulasi pakan bagi suatu industri pakan ternak juga menjadi salah satu tahapan yang penting dan strategis. Formula pakan yang yang telah dibuat dapat memberikan informasi tentang kandungan zat makanan dan harga pakan yang akan diproduksi. Disamping itu formula tersebut juga menjadi pedoman dalam proses pencampuran pakan untuk membuat/memproduksi pakan. Ketersediaan bahan pakan penyusun pakan sangat bervariasi dalam hal jenis, jumlah, kualitas dan waktu ketersediaannya, oleh karena itu maka kegiatan penyusunan formula pakan dilaksanakan sesuai dengan kondisi bahan pakan yang tersedia pada saat itu, agar selalu dapat diperoleh pakan yang seimbang dan murah.

Langkah-langkah dalam penyusunan pakan adalah
1) Mengetahui kebutuhan zat makanan dari jenis, fase produksi dan berat badan ternak ruminansia
2) Menentukan penyusunan berdasarkan bahan kering atau bahan segar
3) Bahan pakan yang tersedia dilapangan saat itu
4) Kandungan zat makanan masing-masing bahan pakan
5) Harga bahan pakan
6) Kuantitas pakan yang akan disusun dan 6) Penyusunan pakan.

Dalam software RuFF edisi ini dikhususkan untuk formulasi pakan ternak rumuninansia jenis potong.
Free Software Download :

FELINE ENTERIC CORONA VIRUS

Latar Belakang

Feline enteric corona virus (FcoV) merupakan virus yang ada dimana-mana yang dapat menyebabkan feline infeksi peritonitis (FIP) pada beberapa kucing [39] dan [40]. FCoV itu endemic pada kebanyakan jenis kucing rumahan, dengan prevalensi serotipe 75-100% [40]. Setelah FcoV masuk dalam tubuh kucing 10% akan mengalami FIP, 13% menjadi sembuh dan carier serta sisanya 77% menjadi terinfeksi, virus dapat tahan di dalam feses selama beberapa bulan dan baru kemudian hilang yang dapat dengan mudah dapat menimbulkan infeksi kembali. Fasilitas untuk kucing dengan titer FCoV yang tinggi sering menyebabkan terjadinya kegagalan reproduksi, abortus dan kematian fetus pada saat lahir [33]. Karena virus ini ada dimana-mana, menejemen pencegahannya dengan test dan removal program. Semua kucing yang ada di fasilitas harus ditest setiap 3-6 bulan dan hewan dengan test positif kandangnya harus dipisahkan dari hewan yang hasil testnya negatif. Induk dengan serotipe positif harus dikawinkan dengan pejantan yang serotipenya positif dan juga sebaliknya. Semua kucing yang keluar dari breeder harus disertai dengan surat yang menunjukan status serologisnya (http://www.catbreeder.com/). 

Untuk mencegah penyebaran FCoV, litter box digunakan hanya untuk satu atau dua kucing, bersihkan semua litter box setidaknya sehari sekali dan didesinfektan satu minggu sekali, jauhkan litter box dari tempat pakan dan bersihkan litter box secara regular.

Penyakit virus ini sangat menular, terutama menyerang saluran pencernaan dan menyebabkan enteristis hebat. Menyerang anjing semua umur, pada anak anjing penyakit timbul akibat stress dari lingkungan. Umumnya terjadi pada kennel, sering infeksi virus  ini berbarengan dengan infeksi virus parvo.

Gejala penyakit mirip  penyakit parvo:
  •  Lesu, nafsu makan hilang
  • Demam jarang terjadi
  • Diare sedang sampai berat, feces cair, bau busuk, warna kuning orange, kadang-kadang berdarah
  •  Dehidrasi, berat tubuh menurun dan bisa mati
  • Anjing yang sembuh bisa kambuh lagi  3 - 4 minggu kemudian.


Hubungan Coronavirus pada anjing dan SARS
     
Apakah virus yang menyebabkan SARS yang menggemparkan itu berasal dari keluarga Coronavirus yang sama jenisnya dengan penyakit anjing Coronavirus? Jawabnya ya. Centers for Disease Control dan Prevention (CDC) di San Fransisco telah berhasil memisahkan kode genetik virus SARS dan memastikan bahwa virus SARS adalah dari keluarga Coronavirus  yang dulunya tidak diketahui. Bedanya dengan Coronavirus  anjing, Coronavirus SARS menyerang paru-paru manusia.

     
Coronavirus baru ini telah berhasil lolos dari pengamatan para ahli entah selama berapa lama dan ketika sistim tameng mereka yang seperti mahkota (crown-corona) itu tumbuh, mereka menyebabkan epidemik global  yang hampir saja tidak bisa dikontrol. (Sumber    : National Microbiology Laboratory, Canada, University of California at San Francisco, Erasmus University, Rotterdam dan Bernhard-Nocht Institute, Hamburg ).