Disusun oleh: Miftahul Jannah, S.KH
Mahasiswi Koasistensi di Awal Care asal Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
Mahasiswi Koasistensi di Awal Care asal Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
FRAKTUR
HUMERUS
(Patah Tulang Komplit)
(Patah Tulang Komplit)
1. Latar belakang
a.
Pengertian
Fraktur
adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma.
Menurut Smeltzer (2005). Fraktur
atau patah tulang yaitu kerusakan jaringan tulang yang berakibat tulang yang
menderita tersebut kehilangan kontinuitas atau kesinambungan (Leighton, 1993).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang
diabsorpsinya.
Menurut
Hardiyani (1998), fraktur dapat diklasifikasikan berdasarkan luas
dan garis fraktur yaitu:
1.
Fraktur komplit adalah patah tuang yang menyebabkan tulang
terbagi menjadi dua segmen dan biasanya disertai dengan displasia dari fragmen
tersebut dan biasanya garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang.
2.
Fraktur tidak komplit adalah fraktur yang biasa terjadi pada
hewan muda dan biasanya tulang masih menyambung dan tidak terjadi
perpindahan tulang, biasanya garis patah tidak melalui seluruh garis penampang
tulang.
b.
Etilogi
Fraktur
dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak
dan kontraksi otot yang ekstrim. Patah tulang mempengaruhi jaringan sekitarnya
mengakibatkan oedema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi
sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf dan pembuluh darah
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur:
a. Faktor
ekstrinsik yaitu
Meliputi kecepatan dan durasi trauma
yang mengenai tulang, arah serta kekuatan tulang.
b. Faktor
intrinsik yaitu
Meliputi kapasitas tulang mengabsorpsi
energi trauma, kelenturan, densitas serta kekuatan tulang.
Sebagian
besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah
raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh arah,
kecepatan, kekuatan dari tenaga yang melawan tulang, usia penderita dan
kelenturan tulang. Tulang yang rapuh karena osteoporosis dapat mengalami patah
tulang.
c.
Jenis
Jenis-jenis fraktur dapat dibagi
menjadi:
1.
Fraktur komplit
Patah pada seluruh garis tulang dan biasanya
mengalami pergeseran dari posisi normal.
2.
Fraktur tidak komplit
Patah tulang yang terjadi pada sebagian garis tengah
tulang.
3.
Fraktur tertutup
Patah tulang yang tidak menyebabkan robekan pada
kulit. Patah tulang tertutup yaitu patah
tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
4.
Fraktur terbuka/fraktur komplikata
Patah tulang dengan
luka pada pada kulit dan atau membran mukosa sampai patahan tulang.
2.
Manifestasi
Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya
fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembengkakan lokal dan
perubahan warna (Smeltzer, 2005).
- Nyeri
terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang diimobilisasi.
- Pergeseran
fragmen tulang menyebabkan deformitas tulang yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan bagian yang normal.
- Pemendekan
tulang yang disebabkan karena kontraksi otot yang melekat diatas maupun dibawah
tempat fraktur.
- Pada
pemeriksaan palpasi ditemukan adanya krepitasi akibat gesekan antara fragmen
satu dengan yang lainnya.
- Pembengkakan
dan perubahan warna lokal kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan
yang mengikuti fraktur.
13. Anatomi Struktur Tulang (Kucing)
Cat Anatomy (ajwarriorcats.wordpress.com) |
4. Diagnosa
Diagnosa berdasarkan
gejala klinis, pemeriksaan fisik, hasil LAB dan Radiologi (X-Ray).
5። Penanganan
1. Rekognisi yaitu:
Mengenal jenis fraktur, lokasi dan keadaan
secara umum; riwayat kecelakaan, parah tidaknya luka,
diskripsi kejadian oleh pasien, menentukan kemungkinan tulang yang patah dan
adanya krepitus.
2. Reduksi yaitu:
Mengembalikan fragmen tulang ke posisi
anatomis normal untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat
infiltrasi karena edema dan perdarahan.
3.
Reposisi yaitu:
Setelah
fraktur di reduksi, fragmen tulang harus di imobilisasi atau dipertahankan
dalam posisi penyatuan yang tepat. Imobilisasi dapat dilakukan dengan cara
fiksasi internal dan eksternal.
4. Rehabilitasi, mempertahankan dan mengembalikan
fungsi tulang secara sempurna, dengan cara:
S Mempertahankan reduksi
dan imobilisasi
S Meninggikan
ekstremitas untuk meminimalkan pembengkakan
S Memantau status
neorovaskular
S Mengontrol kecemasan
dan nyeri
S Kembali keaktivitas
secara bertahap
Pin intra medular
adalah salah satu alat ortopedi yang paling sering digunakan dalam dunia
veteriner, dengan teknik yang baik dan seleksi indikasi yang tepat, pin
intramedular di fiksasi pada patah tulang metacarpal atau femu, huerusr dan
tulang yang lain dapat memberikan keuntungan dalam stabilitas patah tulang
(Chapman, 1996).
Faktor – faktor yang
mempengaruhi kecepatan persembuhan fraktur adalah 1). Umur 2). Tipe fraktura, 3). Variasi individu 4).
Tempat terjadinya trauma 5). Gizi yang baik pada
hewan akan mempercepat proses persembuhan, 6). Adanya komplikasi penyakit sehingga menyebabkan
imunitas turun maka persembuhannya
akan lebih lama.
Berdasarkan hasil penelitian Syafruddin dkk. (2004),
pemasangan pin intramedular dengan diameter yang tepat, akan mempercepat proses
kesembuhan dari fraktur dan meminimalisir komplikasi.
1. Pencegahan
Pencegahan fraktur
dapat dilakukan berdasarkan penyebabnya. Pada umumnya fraktur disebabkan oleh
peristiwa trauma benturan atau terjatuh baik ringan maupun berat. Pada umumnya
upaya pengendalian kecelakaan dan trauma adalah suatu tindakan pencegahan
terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang menyebabkan fraktur.
Daftar Pustaka
Chapman, M. W. 1986. The role of
intermedullary fixation in open fraccture. Clinical
Orthopedicts.
212:26-33.
Leighton,
L. R. 1993. Small Animal Orthopedics.
Mosby-year Book Europe LTD., London. Pp 3.16-3.39.
Putra, I.G.Ag.P., Jaya,
A.A.G.W., Gorda, I.W. 2009. Ilmu Bedah
Khusus Veteriner I. Fakultas
Kedokteran Hewan.
Universitas Udayana. Denpasar
Syafruddin, A.B.
Santosa, dan M. Untoro. 2004. Gambaran
radiografi patah tulang paha setelah pemakaian pin intrameduler pada anjing (Canis familiaris). J. Sain Vet. 22(1):64-67.
Degner, Daniel A. 2010. Humeral Condylar Fractures. Surgery
Service, Michigan Veterinary
Specialist. Michigan, Amerika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar